
Berbicara mengenai pertumbuhan ekonomi tentu tak bisa lepas dari perkembangan industri keuangan. Saat ini banyak sektor keuangan mengalami perkembangan sejalan dengan pesatnya pertumbuhan teknologi informasi. Paling anyar dan sering menjadi polemik adalah industri fintech yang kerap kali dinilai sebagai pesaing perbankan. Namun apapun bentuknya sektor keuangan tersebut ada sebagai penunjang pertumbuhan ekonomi makro hingga mikro. Ketika menyinggung perkembangan industri keuangan skala Nasional tentu tak lepas dari peran di skala regional. Berdasarkan data yang dirilis OJK Regional 8 Bali dan Nusa Tenggara pertumbuhan ekonomi Bali pada semester 1 2019 tercatat tertinggi 5,94 persen disusul NTT 5,09 persen kemudian NTB 2,12 persen dan 2,75 persen tanpa biji logam.
Rochman Pamungkas selaku Direktur Pengawasan LJK, OJK Regional 8 Bali Nusa Tenggara, saat menjadi pembicara dalam kegiatan pelatihan dan gathering bersama media massa di Hotel Novotel, Mandalika Lombok Selatan Minggu menjelaskan pertumbuhan ekonomi dari sektor keuangan regional Bali dan Nusa Tenggara secara umum. Ia menjelaskan kondisi umum perbankan melalui data pertumbuhan aset, kredit, dan dana pihak ketiga (DPK) perbankan (Bank umum dan BPR). Tercatat pertumbuhan di KR 8 Bali dan Nusa Tenggara hingga bulan April 2019 (yoy) berturut-turut sebesar 11,10 persen, 7,09 persen, dan 9,74 persen. Rasio LDR di provinsi Bali tetap terjaga sebesar 81,80 persen, untuk provinsi NTB sebesar 128,11 persen dan di Provinsi NTT sebesar 111,84 persen. Sementara NPL di KR 8 Bali dan Nusa Tenggara masih dinilai aman di kisaran 3,05 persen.
‘’Pertumbuhan ekonomi Bali tertinggi tentu saja dipengaruhi banyak faktor salah satunya sektor UMKM Bali lebih berkembang dibanding daerah Nusa Tenggara. Terlebih semester 1 tahun ini ada perayaan Hari Raya Galungan sehingga sektor UMKM lebih produktif,’’ ujarnya.
Jumlah aset perbankan KR 8 Bali Nusa Tenggara pada semester I 2019 tercatat sebesar Rp 227,03 triliun, diikuti jumlah penyaluran kredit sebesar Rp 158,64 triliun, dan jumlah dana pihak ketiga (DPK) sebesar Rp 168,88 triliun. Aset perbankan di Bali tercatat paling besar Rp 138,91 triliun, kemudian NTB Rp 50,71 triliun, dan diikuti NTT 37,41 triliun. Total kredit yang tersalurkan di Bali tercatat sebesar Rp 87,42 triliun, diikuti NTB sebesar Rp 41,16 triliun, kemudian NTT sebesar Rp 30,06 triliun. Sementara total DPK perbankan Bali tercatat sebesar Rp 106,87 triliun, kemudian NTB Rp 32,13 triliun, dan NTT sebesar Rp 26,88 triliun.
Perbedaan besaran aset, kredit dan DPK tersebut tentu dibedakan berdasarkan banyak faktor antara lain letak geografis dan potensi ekonomi yang dimiliki tiap-tiap daerah. Untuk itu OJK KR 8 Bali dan Nusa Tenggara diakui berkomitmen penuh menggenjot pertumbuhan sektor lembaga keuangan baik bank umum, BPR, dan LKM yang berada di wilayah kurang potensial. Diakui Rochman, persentase penyerapan kredit dari ketiga wilayah tersebut terbesar ada di sektor konsumsi sebesar 45, 74 persen, kemudian kredit modal kerja sebesar 34,66 persen, dan kredit investasi sebesar 19,60 persen.
Kredit konsumtif paling tinggi dikarenakan perbankan menilai sektor tersebut lebih aman dibiayai. Namun sesungguhkan diharapkan kredit modal kerja bisa digenjot sehingga mampu membuat stabilitas ekonomi ketiga wilayah tersebut lebih kuat karena penyerapan kredit dibidang usaha lebih besar.
Industry Fintech
Industry fintech saat ini dinilai sebagai alternatif baru yang bertujuan bertujuan untuk membuat masyarakat lebih mudah mengakses produk-produk keuangan, mempermudah transaksi dan juga meningkatkan literasi keuangan. FinTech Indonesia memiliki banyak jenis, antara lain startup pembayaran, peminjaman (lending), perencanaan keuangan (personal finance), investasi ritel, pembiayaan (crowdfunding), remitansi, riset keuangan.
Hendrikus Passagi selaku Direktur Pengaturan, Perizinan, dan Pengawasan Fintech OJK mengatakan, selama ini fintech sering dianggap sebagai pesaing perbankan, namun sesungguhkan fintech bisa berkolaborasi dengan perbankan. Salah satunya fintech bisa kolaborasi dengan bank konvensional seperti bank perkreditan rakyat (BPR). Itu sekaligus menampik asumsi jika kehadiran fintech menghantam BPR.
Ia mengatakan, fintech khususnya yang bergerak di bidang pinjam meminjam atau peer to peer lending bisa berkolaborasi dengan BPR. Dia menerangkan, Indonesia memiliki beragam suku dan budaya. BPR, lanjut dia, mempunyai pemahaman terhadap nasabah di daerah. Dia mencontohkan, sebuah bank memiliki nasabah dengan rekam jejak yang baik. Namun, nasabah membutuhkan pinjaman yang cepat. Bank tak bisa memenuhi hal tersebut karena memiliki prosedur yang harus ditaati. Di situ, bank bisa berkolaborasi dengan perusahaan fintech. Hendrikus mengatakan, industri keuangan berada di bawah pengawasan OJK. Sebab itu, OJK mendorong industri keuangan berkolaborasi. “Ini contoh yang kita pahami peer to peer, perbankan, pasar modal, perusahaan pembiayaan itu juridiksi OJK. Tugas kami didalamnya semua industri bekerja sama dan bersinergi,” ujar dia.
Sumber :
https://balibanknews.com/read/2019/07/02/201907020003/OJK-Ekonomi-Bali-Semester-I-2019-Tumbuh-594-Persen.html